Langkah kaki tak lagi sama, nafas asmara seakan reda, impian lalu tak lagi indah, rindu menjelma terasa hampa dan resah. Saat kita saling jauh. Aku rindu kau saat kau selalu menghubungiku. Kau paling takut jika aku kesal, aku marah, aku galau, jika aku tidak ada kabar. Tapi sekarang? Aku rindu kau yang selalu mengucapkan "hati-hati dijalan, jangan tidur. Jangan nakal" aku selalu menantikan hal itu, tapi apa? Aku rindu kau yang selalu membuatku tertawa, mencubit pipiku, menggigit ujung jari tanganku, tapi sekarang?
Aku tak tau apa yang salah dari diriku. Sudah aku perjuangkan semuanya. Tapi tanpa hasil. Aku kira setelah aku nunjukin rasa sayang aku saat kamu ulang tahun kamu akan berubah. Malam saat bertambah usiamu aku ikut berdo'a untuk yang terbaik buatmu. Tapi kenyataannya? Lelah hati yang aku rasakan. Aku sudah berusaha mengungkapkan ini, tapi aku selalu ragu. Ragu akan kau yang bisa berubah saat aku mengatakannya. Harus apa lagi yang aku lakukan?
Aku rindu kata-kata sayangmu. Aku rindu pelukanmu meski kau tak pernah memeluku di dunia nyata. Aku rindu ciumanmu meski aku tak tau itu mimpi atau hanya aku yang tidak sadar. Hari itu kau sangat menyanyangiku.
Kamu memang tidak bisa jadi apa yang aku mau dan aku harapkan. Begitupun juga aku. Namun cintaku melebihi segalanya. Segalanya yang aku punya. Cintaku ke kamu memang telah membuatku buta. Apakah yang kau rasakan sekarang? Bolehkah aku memintamu untuk mengucapkan sayang padaku, cium dikeningku, pelukan untukku? Dan juga senyummu? Dan juga semua yang bisa merubah segalanya menjadi seperti dahulu?
Aku memang posesif, sensitif, dan itu membuatmu risih.
Ada saatnya kita berada di titik jenuh dan bosan pada kekasih. Tapi itu belum sama sekali aku rasakan padamu. Aku tak pernah berdusta apapun padamu. Ini sungguhan! Mungkin sekarang kau berada di titik itu. Ingin aku hapus semuanya. Semua yang membuatku sedih dan menangis. Aku ingin memperjuangkan semuanya. Sudah jelas seharusnya bukan aku yang harus berjuang di kisah ini. Dan ikut berperang dalam hati, semakin teriris, semakin lemah. Namun hanya satu kesimpulan di tulisan ini. Yaitu PERCAYA BAHWA AKU MASIH MENYANYANGIMU. KAU YANG APA ADANYA :')
Disini aku duduk terdiam menunggu telepon dan sms darimu. Iya, duduk sendirian. Semua sms aku lewati dan hapus tanpa aku baca satu persatu. Begitu indahnya menunggu. Dan betapa bahagiannya mendapat kabar darimu. Jika tak ada kabar? Aku tak bisa makan. Seenak apapun makanan itu aku tak ada nafsu jika kau tak ada kabar. Padahal itu bisa membunuhku secara perlahan. Lambungku hampir tak berfungsi. Untuk tidur saja susah. Aku memang berlebihan karena cintamu. Aku masih ingat setiap malam saat aku akan tertidur, kau selalu mengucapkan "telpon aku kalau kebangun malam-malam". Tapi sekarang apa? Jangankan malam. Disaat kau tak ada pekerjaan pun enggan mengangkatnya.
Aku hanya ingin 1 hari saja mengulang semua hal indah bersamamu. Sebelum semuanya ditakdirkan untuk berakhir. Aku tak ingin semuanya terjadi. Semoga sabarku dapat merubah segalanya yang telah musnah. Aku mencintaimu melebihi apapun. Apapun itu yang bisa membuatku senang. Aku berharap hanya kau satu-satunya yang bisa membuat hidupku jauh lebih lama.
Dahulu kau selalu bilang "senyummu, cantikmu, kamu nggak item". Tapi aku sadar mungkin itu semua dusta. Aku tak secantik nabilah JKT48 yang selalu kamu agung-agungkan. Yang bisa menggeser posisiku difikiranmu. DP BBM sudah kamu ganti, Wallpaper juga. Memang kesannya simple. Tapi dihatu menusuk kedalam hingga menembus rusuk.
Apalagi disaat aku menunggumu pulang sekolah. Kau selalu sibuk dengan game atau video terbarumu yang jauh bisa membuatmu tertawa dengan lepas. Aku menunggu di depan kelas. Menengok kiri, menengok kanan, mendengarkan suara derap langkah dan saat itu aku berharap kamu segera datang menemuiku. Tapi apa mau dikata? Kenyataannya bukan kamu. Saat kau tiba seakan kau tidak merasa bersalah sedikitpun. Seharusnya waktu itu aku marah! Aku kecewa! Tapi semuanya musnah setelah aku melihat senyummu. Apakah cinta setega itu? Tidak!
Apakah kau tidak memikirkan perasaanku? Disaat kau berkata "tak usah mencemaskanku, memikirkanku, menghawatirkanku, karna aku tak bisa membahagiakanmu seperti orang lain" apakah itu semakin membuatku senang? Tidak sedikitpun. Itu hanya membuatku menangis. Kau membuatku semakin merasa bahwa aku terlalu banyak menuntutmu. Bukan mulut tetapi serpihan hati yang berbicara.